Pemda.NTT dan Stakeholder, setuju kurangi Emisi Gas Buang hingga 30% menuju Program Langit Biru

Birokrasi Edukasi nonformal Regional

NTT, TOPNewsNTT|| Demikian komitmen yang terbangun dalam Forum Diskusi yang diinisiasi oleh Biro Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Setda.NTT  terkait penerapan Program Langit Biru dengan mengundang para pimpinan OPD terkait dan mitra kerja serta stakeholder. Kegiatan berlangsung di Ball Room Swiss Berlin Kristal Hotel pada (Selasa, 1 Nopember 2021).

Moderator Diskusi Karo.Perekonomian dan Adminsitrasi Pembangunan Setda NTT, DR.Drs.Lerry Rupidara, dalam pengantar awal mengatakan bahwa Program Langit Biru (PLB) adalah Program Nasional  dengan dasar hukum  peraturan Menteri KLH no.15/1996 tentang pengurangan program langit biru dan Paris Agreement  yang salah satunya adalah pengurangan emisi gas buang hingga 30% tahun 2030 dengan pemakaian BBM dengan spec RON 90.

Para Nara Sumber

Kegiatan digelar juga akibat adanya gejolak sosial akibat adanya penarikan BBM jenis premium ke pertalite dan terjadi kenaikan harga dalam sebulan terakhir dari harga Rp6.450  ke Rp7.650.

Dalam diskusi diharapkan ada kesepakatan mensosialisasikan bahwa pengalihan pemakaian BBM jenis premium yang memiliki RON 88 ke Pertalite dan  Pertamax yang memiliki RON 90 ke atas karena ingin mengurangi emisi gas buang yang menjadi salah satu faktor terbesar penyebab polusi udara dan penipisan ozon yang imbasnya adalah  kerusakan lingkungan selain emisi  insdustri dan rumah tangga.

Dalam diskusi ini juga diharapkan terjadinya kesepakatan menghitung kenaikan ongkos atau tarif angkutan sebagai dampak ikutan kenaikan BBM agar tidak lagi menimbulkan gejolak. Untuk itu Biro PAP mengundang Dinas Perhubungan NTT dan Organda NTT.

Untuk juga memantapkan arah diskusi kepada kesepakatan penggunaan BBM RON 90, diundang juga Dinas ESDM yang memaparkan kebijakan nasional terkait Kemen.BPH Migas terkait Program Langit Biru, sebagai dasar  pengalihan BBM RON 88 ke BBM RON 90 serta  potensi cadangan energi baru terbarukan yaitu tenaga surya dan panas bumi di NTT sebagai  langkah dukungan terhadap Kesepakatan Paris atau Paris Agreement untuk sukseskan program Langit Biru.

Dengan penggunaan BBM RON 90, diharapkan terjadi pengurangan dan penuruan emisi gas buangan hingga 30% pada 2030.

Program Langit Biru adalah program untuk mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan mewujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber tidak bergerak dan bergerak (kendaraan bermotor).

Tujuan dari program ini adalah mengendalikan dan mencegah pencemaran udara dan wujudkan perilaku sadar lingkungan baik dari sumber bergerak dan tidak bergerak.

Hadir dalam kegiatan antara lain Asisten Perekonomian dan pembangunan sekda Prov.NTT, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov.NTT,  Dinas Koperasi, Tenaga kerja dan Transmigrasi Prov.NTT,  Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan,  Dinas Perternakan,  Dinas Kelautan dan Perikanan,  Dinas Perhubungan, Dinas LHK, Kepala Dinas ESDM, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi, Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Kasat Satuan Pamong Praja, Kepala Biro Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Setda Prov.NTT,  Biro Administrasi Pimpinan Setda Prov.NTT,  Perwakilan Bank Indonesia NTT,  Direktur Utama PT.BPD Bank NTT, Sales Area Manager Pertamina Wilayah NTT, Pimpinan ORGANDA, Pimpinan Kadin serta awak Media cetak dan Online.

Ganef  Wurgiyanto Asisten Perekonomian dan Pembangunan sekda Prov.NTT, mewakili Gubernur NTT membuka kegiatan ini mengingatkan bahwa di bimasakti hanya ada satu palnet yang bisa ditinggali karena memiliki atmosfir sehingga bisa ditinggali. Hanya bumi yang ada kehidupan.

“Karena itu kita perlu menjaga bumi agar jangan kiamat terlalu cepat. Karena bumi ini bukan milik kita sendiri tapi milik anak cucu kita. Sehingga Program Langit Biru ini perlu disosialisasikan kepada semua pihak.” Ujarnya.

Dalam pelaksanaan Program Langit Biru, ujar Ganef, terdapat  dualisme dampak yang bertolak belakang, yaitu antara ekonomi dan ekologi walau sebenarnya bisa disinergikan.

Ia memaparkan akibat polusi udara dari berbagai aspek terutama akibat emisi gas buang, bumi kita dilapisi lapisan ozon, yakni sebuah  lapisan yang dingin untuk meminimalisir intensitas panas  sinar matahari  masuk ke bumi  dapat menjadi tipis akibat tingginya emisi gas buang, yang bisa dihasilkan kendaraan bermotor maupun insdusrti pabrik-pabrik yang masih gunakan  BBM RON 88, emisi rumah kaca dan lain-lain. Tapi menurut Ganef penyumbang penipisan ozon adalah Emisi Gas Buangan dari penggunaan BBM RON dibawah 90.

Dengan menggunakan BBM RON 90 maka semua pihak sudah ikut menyelamatkan bumi, dengan hindari penipisan ozon sehingga intensitas panasnya  ke bumi dikurangi.

“Kalau tidak ada ozon maka bumi dan semua yang ada diatasnya sudah terbakar semua, dan tidak akan ada kehidupan seperti sekarang ini.” Tandas Ganef mengingatkan.

“Nah untuk itulah program Langit Biru ini diaplikaasikan dan dicananglan. Dan pastinya di satu sisi ada hubungannya dengan ekonomi karena kebijakan pemerintah yang mengganti bahan bakar yang backgroundnya BBM RON 90 sehingga mengurangi emisi gas buang yang akan menipiskan ozon. Dan akibat penipisan ozon maka bumi akan makin panas dan semua kehidupan akan terdampak negativ. Hal inilah yang harus dijaga sehingga bumi akan dapat diwarisi anak cucu kelak.” Ujar Ganef

Dampak penipisan ozon, lanjut Ganef,  ada pengaruhnya juga  dengan keberlangsungan hutan.

“Kita punya perhutanan sosial. Perhutanan sosial dimaksudkan  bukan untuk menebang hutan,  tapi lebih ke pemanfaan lahan didalam dan sekitar hutan demi peningkatan ekonomi masyarakat, terutama bidang pertanian dan peternakan yaini dengan menanam tanaman sela. Tentang pemanfaatan hutan, misal kita punya 10 hektar hutan, maka pemanfaatan hutan 1 hektr untuk dilokaso hutan untuk pertanian.” Ujarnya lagi.

Ganef juga menyinggung soal munculnya  kondisi masyarakat yang sedikit bergejolak dalam hal sosial akibat terjadinya pengalihan BBM jenis premium ke pertalite.

“Karena tadinya kita gunakan bensin dengan harga Rp.5.150 sekarang kita harus gunakan pertalite dengan harga Rp.7.650. Dan ini sangat berdampak terhadap pengeluaran dan pendapatan masyarakat, terutama terhadap tarif angkutan umum. Di diskusi ini kita bisa hitung jika memang akan ada kenaikan tarif maka dihitung  baik-baik dan realialistis agar jangan rugikan pihak manapun dan beri solusi. Lewat diskusi ini saya  harap bisa disosialisasikan bahwa bumi ini akan rusak jika tetap gunakan BBM RON 88 atau premium, maka harus gunakan BBM RON 90 yakni pertalite dan pertamax, sehingga bumi dapat lebih awet  Maka semuanya harus disosialisaikan sehingga tidak timbul gejolak.” Pinta Ganef.

Yang penting juga diketahui, ujar Ganef tegaskan, bahwa pertamina itu operator sehingga ia minta dan sudah menjadi kebijakan nasional, sehingga dampak yang timbul tidak boleh sampai masuk ke wilayah kebijakan pemda. Karena kebijakan nasional mau tidak mau harus dilaksanakan disetiap wilayah di Indonesia. Hanya sisa 7 negara yang belum jalankan, Indonesia masuk dalam 7 negara itu. Makanya harus dipercepat tapi dengan meminimalkan dampak yang timbul, apapun kebijakan yang diambil, masyarakat jangan dirugikan.”ujarnya diakhir sambutan.

Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan rencana strategis Dinas dan mitra terkait yakni  Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTT yang diwakili oleh  Sulastri Larsik, SP.M.Si kabid.Pengendalian dan Perlindungan, Dishub.NTT, kadis Energi dan Sumber Daya Mineral, Sales Area  manager pertamina area NTT Ahmad Tohir. Moderator DR.Drs.Lery Rupidara Karo.Perekonomi dan Adniniatrasi Pembangunan setda NTT.

DR.Drs.Lerry Rupidara merumuskan bahwa ketika Pandemi Covid bergerak membentuk trend to endemi, seharusnya refleksi kita tertuju pada pandemi sebagai fenomena alam dan fakta dari eksistensi makrokosmos dalam relasinya dengan faktor-faktor penentu.

Selain Pandemi Covid 19 ada lagi persoalan lainnya seperti global warning akibat dari gas rumah kaca serta penggunaan bahan bakar kendaraan dan industri, batu bara, life style, hingga isu krisis enerji yang melanda negara pengekspor, pengimpor sekaligus penyumbang emisi gas buang dunia (Joko Santoso, Kompas 27/10/2021).

“Selain isu Pandemi Covid 19 yang sampai dengan merekomendasikan one planet one health, juga isu penurunan gas rumah kaca berikut macam ekspresi baik akademik
maupun empiriknya termasuk yang saya baca dari David Wallace-Well deputi editor Majalah New York terbitan tahun 2020 yaitu Bumi Yang
Tak Dapat Dihuni.” Paparnya.

Di negeri kita sendiri hari ini Daniel Murdiyarso Profesor IPB anggota AIPI misalnya kembali menganggkat isu Konferensi Perubahan Iklim di Glasgow Skotlandia akhir bulan ini yang meminta dan seharusnya memeroleh komitmen dari the parties dan
tentu saja senjang diantara komitmen dan realitas itu akan menentukan hal-hal selanjutnya (ref pen) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

Pada tahun 2030 nanti, penandatangan Persetujuan Paris diperhadapkan capaian implementasinya terutama terkait ukuran panas 1,5 atau 2 derajat celcius.

Komitmen pengendalian dan penurunan emisi bukan faktor tunggal, berkorelasi atau sebut saja berkelindan dengan yang lain, ekonomi dan keuangan misalnya. Indonesia, sebelum Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) karena Pandemi Covid 19 bergiat keras memacu pertumbuhan ekonomi dan di sini, tingginya penggunaan bahan bakar fosil khususnya batubara misalnya mejadi determinan ekonomi sekaligus menjadi enviromentalism isues/problems.

Keduanya tentu hari ini di Indonesia termasuk di Provinsi NTT telah diterapkan suatu kebijakan bernama Program Langit Biru (PLB) yang berkenaan  dengan Bahan Bakar Minyak (BBM).

PLB adalah program untuk mengendalikan pencemaran udara terutama yang bersumber dari kendaraan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas udara bersih
dengan mengurangi emisi gas buang (EGB) melalui edukasi dan persuasi masyarakat untuk merasakan pengalaman manfaat dari
menggunakan BBM berkualitas semacam pertalite dan pertamax.

Sebetulnya program ini sudah diluncurkan di era 1996 melalui Keputusan Meneg LH Nomor 15 Tahun 1996. Hari ini diluncurkan lagi
termasuk di Provinsi NTT. PLB terkait dengan usaha mengurangi dampak emisi gas buang kendaraan akibat menggunakan bahan bakar
dengan RON rendah yang memiliki kandungan sulfur tinggi, dan tidak sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraan modern.

Sekitar 75 persen sumber polusi udara di kota besar di Indonesia berasal dari emisi gas
buang kendaraan bisa dibayangkan jika BBM yang digunakan bukanlah BBM yang ramah lingkungan.

Melalui PLB masyarakat didorong
menggunakan pertalite dengan angka RON 90 yang sesuai dengan spesifikasi mesin moder ketimbang premium dengan angka RON 88
dengan kandungan sulfur yang tinggi.

Sejak dilaksanakan, masyarakat
menyambut baik PLB dan konsumsi BBM berkualitas terus meningkat, Jika melihat porsi konsumsi jenis gasoline/b.

Ahmad Tohir Sales Manager Pertamina Area NTT dalam pemaparannya mengatakan program Langit Biru sudah berjalan di 22 kota kabupaten kota di NTT.

Peran dari kehadiran Pertamina di Area NTT yang  berada dibawah area Regional Jatim, Bali dan Nusra adalah sebagai operator yang juga menjalankan kebijakan pemerintah dalam hal penjualan BBM Bersubsidi, yakni minyak tanah dan solar serta premium, maka saat premium digantikan dengan pertalite, maka Pertamina juga mengikutinya dengan penetapan harga sesuai harga per barel dibanding kurs dolar.

Tohir menyinggung soal kehadiran Pertamina  di NTT untuk  melayani seluruh masyarakat NTT dengan menyediakan 8 terminal BBM. Di NTT  8 terminal, karena alasan geografis NTT yang berupa wilayah kepulauan.

Terdapat juga 130 SPBU di NTT baik reguler, mini dan kompak untuk daerah terpencil. Ada juga 14 outlet SPBUN dan pertashop sebagai program sinergi Pertamina dengan Kemendagri di dorong untuk penyediaan energi sampai pelosok  desa.

Ahmad Tohir kembali menegaskan juga bahwa Pertamina hanya sebagai operator tapi kebijakan subsidi ada pada regulator atau pemerintah, sehingga pertamina diarahkan agar semua penjualan BBM harus berdasarkan  pada regulator pemerintah dan BPH Migas.

“Tugas Pertamina itu di jalankan hanya untuk penjualan BBM subsidi yakni mitan dan solar subsidi dan BBM Penugasan dan BBM Jenis Umum atau bukan yang  subsidi. BBM subsidi dan BBM Penugasan harganya diatur oleh Menteri ESDM berdasarkan harga formula dan ada kaitan dengan harga minyak dunia berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap dolar.”ujar Tohir.

Ia juga menyinggung soal kewenangan BPH Migas dalam menentukan harga BBM juga dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial masyarakat, baik BBM subsidi maupun penugasan akan berbeda dengan harga formula.

“Jadi kalau harga Premium  tahun 2018 sesuai harga minyak dunia 40 sampai 58 dolar per barrel. Hingga saat ini karena 1 dolar setara Rp14.000 dan harga minyak dunia 82 dollr per barel,  jadi hampir dua kali lipat lebih tinggi  dari perubahan harga terakhir di 2018.” Jelas Tohir.

BBM subsidi baik minyak tanah dan solar subsidi, jelas Tohir, ketika dijual sudah ada subsidinya yang ditetapkan negara, kalau solar Rp2000,  maka subsidi termasuk yang dibayarkan setiap 3 bulan kalau ada eliminasi dari BP Migas.

Perbedaan antara harga formula dan barga yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Misalkan 2018 ditetapkan 45 dolar per barrel sekarang 50 dolar dan memang ada selisihnya dari penjualan BBM Subsidi yang akan jadi tanggungan negara. Kalau keadaan seperti ini,  maka ada kekurangan penerimaan pada Pertamina akibat  penjualan BBM Bersubsidi ini. Jadi Pertamina membantu tapi menanggung beban kekurangan penerimaan  setiap tahun akibat menjalankan kebijakan negara.” Jelas Tohir lagi.

Misalnya jika harga minyak dibawah harga yang ditetapkan, itu ada kelebihan penjulan,  maka pemerintah akan memperhitungkan. Dan memang sampai saat ini apa yang dijalankan Pertamina, diakui Tohir, dalam menjalankan kebijakan pemerintah sudah dihitung dan pertamina menanggung beban.

Di Indoneisa, aku Tohir, harga BBM dengan spec yang sama di Indonesia Pertamina menjual Pertamax Rp9 ribu, dan Pertalite Rp7.760 ribu lebih, jika dibandingkan dengan negara tetangga Asia mereka menjual bahkan sampai Rp12 ribu dan Pertamina mendapat penugasan dari pemerintah.

Dengan adanya program Langit Biru, maka penggunaan BBM.RON 90 sudah menjadi keharusan jika kita ingin bumi selamat dan jika Indonesia ingin masuk dalam perdagangan duani. Program Langit Biru salah satunya adalah mengurangi emisi gas buang agar jangan ada polusi, karena polusi di setiap negara berpengaruh ke negara lain. Dan jika Indonesia yang sudah menyetujui dalam Kesepakatan Paris tidak melaksanakan maka  bisa di embargo. Salah satu ketentuan mengurangi emisi gas buang dengan memakai BBM RON 90.

Dari peta penggunaan varian BBM di 10 negara, maka penggunaan BBM di negara tetangga sudah memakai  BBM RON 91, hanya China yang masih pakai BBM RON 90 kebawah dan hanya di Mongolia karena kondisi geografis yang terpencil. Sedangkan negara tetanggg lain seperti Australia, Singapura, Vietnam,  India dan Myanmark sudah pakai BBM RON 91 demi menunjang Program Langit Biru. Indonesia masuk dalam 7 negara yang belum menggunakan BBM RON 90, sedangkan BBM yang  Indonesia  ada sampai RON 98.

Padahal dalan perhitungan pendapatan perkapita dunia, Indonesia tidak kalah dengan negara lain dan pada kesepakatan Paris Indonesia termasui negara yang setuju penurunan gas Emisi Buangan sampai 30% pada  2030. Tapi debgan pertumbuhan penggunaan BBM yang baik maka akan sulit tercapai komitmen terasebut. Mungkin kendaraan harus pakai listrik sehingga kurangi emisi, tapi pembangkit listriknya harus yang rensah emisi gas buangnya yakni RON 90.

Pertamina mendukung program Langit Biru dsngan menggunakan BBM RON 90 agar mengurangi emisi gas buang hingga 30% pasa 2030 sesuai perjanjian Paris.

“Kami minta support semua pihak karena ini bukan maunya Pertamina tapi karwna kebijakan pemerintah. Indonesia adalah salah satu dari 7 negara yang belum menggunakan BBM RON 90 atau masih gunakan BBM RON 88.”pinta Tohir.

Salah satu kebijakan pemerintah adalah menghapus pajak mobil yang memakai BBM RON 90 ssperti AYLA dan AGYA memakai BBM RON 90 dengan Green Card walau susah di kontrol apakah mereka memkainya. Kita butuh 9 tahun lagi untuk mencapai program Langit Biru dengan penggunaan BBM RON 90 untuk mwngurani emisi sampai 30% pada 2030.

Pelaksanaan program Langit Biru sudah dilaunching dilaksanakan sejak Nopember 2020 di Bali  dan dicanangkan di Cabang Bali Nusa sudah berjalan di seluruh ibukota provinsi. Seharusnya di NTT untuk kota Kupang harusnya dicanangkan pada April 2020, tapi akibat ada Badai Seroja sehingga masih tertunda hingga Oktober 2020. Sedangkan secara nasional, program Langit Biru susah berjalan secara nasional sejak 25 Oktober 2020 sudah berjalan di 19 Provinsi 100% premium sudah migrasi ke pertalite. Diharapkan per Nopember ini NTT akan menyusul 19 provinsi lainnya.

Di NTT Per 17 Oktober 2020 program langit biru susah  berjalan total, Maluku, Papua dan Papua Barat. Dan 30 Oktober 2021 di Sabu dan Rote Ndao.

“Dan untuk pelaksanaan program ini kami didukung penuh terutama dari pemda dan mitra kerja. Terutama dengan dasar permen LHK..” jelas Tohir.

Penarikan premium diganti pertalite, ujar Tohir,  dilaksanakan Pertamina secara bertahap. Tahap  pertama di kota Kupang, kabupaten Kupang, Sikka, Mangarai dan Nagakeo. Di SPBU-SPBU di kota ini diberikan diskon Pertalite ada stimulus harga khusus sehingga migrasi lebih smooth dengan memberi potongan harga Rp800 rupiah. Per 19 Agustus dari harga Rp7.250 dijual dengan harga Rp Rp.6.850.

Setelah 1 bulan akan naik Rp7.250 dan akan kembali ke harga normal.

Untuk SPBU di pelosok atau satu harga, diskonnya  Pertalite sama dengan harga BBM Premium di 4 bulan awal diberi potongan Rp400,  dan setelah itu akan naik. Jadi awal kami jual  dengan Rp6.450 menjadi Rp7.250 dan setelah diskon berakhir akan dijual sama dengan pertalite umum Rp.7.420.

Dampak dari naiknya harga akan diikuti dengan gejolak protes dari pengusaha angkutan umum, tapi disini pertamina hanya sebagai  operator dan audah membuat kebijakan agar harganya tidak naik secara serentak  tapi smooth.

Harga di Sumba, Rote Ndao dan Sabu Raijua sebesar  Rp7.650 sampai pertengahan Januari 2022. Kebijakan sudah berjalan di 19 provinsi dan diharapkan pada pertengaj tahun depan seluruh provinsi sudah serentak menjual dengan harga yang ditetapkan.

Dan dasar pelaksanaan pengalihan ke pertalite dengan harga itu dengan dasar peraturan Menteri KLH.

Sementara Kepala  Dinas ESDM NTT Jusuf A. Adoe, SE.,MT menjelaskan tentang dasar pelaksanaan  program Langit Biru ada program nasional bidang energi.

Untuk menuju Program Langit Biru dengan pengurangan Emisi Gas Buang menjadi 30% pada 2030, pertamina menyediakan jenis BBM RON 90, 91,95 bahkan Pertamax turbo RON 98.

Secara Nasional selain Paris Agreement ada juga arah Kebijakan Energi Nasional  atau  KEN  dengan Permen nomor  79/2014 untuk mendorong pelaksaan kebijakan utamanya yakni ketersediaan energi merupakan kebutuhan nasional dan harus siapkan cadanhan energi nasional yang prioritasnya penambahan energi, pemanfaatan sumber daya energi nasional dan menyiapkan cadangan energi nasional.

Energi baru terbarukan di NTT, ulas Yusuf,  ada potensi lumayan besar misalnya tenaga surya dengan iradiasi terbesar ada di Sumba, Rote Ndao, Sabu Raijua dan Datatan Timor berdasarkan hasil studi Bank Dunia melalui Scholar Dish. Iradiasinya adalah sebesar 6 kwh per M².

Selain itu NTT punya potensi  panas bumi yang besar di Flores, mulai dari Flores Barat sampai Alor. Tetapi yang baru dimanfaatkan ada 2 yakni di Uruku sebesar 10 mega, di Mataloko sebesar  2,5  Mega dan sementara PLN ada minta peningkatan untuk mendorong ketersediaan  energi nasional.

Kebijakan pendukung yakni disertifikasi energi, cadangan energi, lingkungan hidup dan keselamatan harga, subsidi dan insentiv energi, infrastruktur, akses mssyarakat dan industri energi, penelitian, pengembangan dan penerapan energi, pengembanganan energi dan kelembagaan.

“Ketika sudah lakukan kesepakatan internasional maka kita harus laksanakan jika tidak ingin di embargo. Syarat agar produk Indonesia dan NTT masuk ke pasar dunia yakni menggunakan energo baru dan terbarukan yakni tenaga surya dan panas bumi, bukan fosil.”pungkas Yusuf.

Konservasi energi skala kecil di Dinas ESDM sebagai contoh, sebut Yusuf merinci,  “penggunaan energi baru terbarukan dan  yang langsung dirasakan masyarakat adalah unit bio gas dari kotoran hewan lengkap dengan 2 kompor gas dan rice cocker dan 1 mata lampu dari biogas. 2022 sednag didorong program bio gas dikerjakan lagi. Kendala adalah flu afrika yang serang babi sehingga mati banyak babi. Selain kotoran babi, juga kotoran sapi tapi kendala sapi tidak dikandangkan, kendala ini akan dibahas.”

Di Dinas ESDM, papar Yusuf,  untuk pemanfaatan energi baru terbarukan  melalui RPJMD 23% kami pasang  target  24% untuk energi baru dan terbarukan, tapi capaian baru 9%. Lambat pencapaian target karema pembiayaan tapi kami dapat dukungan dari gubernur NTT VBL maka yakin akan capai target.

Sumbangan Co2 yang menjadi kendala pencapaian Program Langit Biru sehingga Dinas ESDM sedang mendorong agar PLN mengganti energi baru dan terbarukan.

Jika ekspor batu bara ke luar negeri dikendlaikan maka bisa penuhi kebuuhan di Indonesia.

Energi nuklir ada di Indonesia, terbesar di Sulawesi Barat potensi uranium paling terbesar.

Salah satu langkah pelaksanaan Paris Agreement adalah dengan komitmen pemgurangan Emisi Rumah Kaca di Indonesia. Di NTT

Sementara kabid.Pemberdayaan dan Pengendalian Dinas LHK NTT Sulastri Larsik memaparkan peran dan dukungan Dinas LHK dalam menyukseskan Program Langit Biru (PLB) dengan beberapa langkah pengendalian dengan 3 kegiatan yakni membentuk Masyarakat Peduli Api dari masyarakat sekitar wilayah hutan dengan tujuan mereka dapat mencegah kebakaran hutan dan jika terjadi mereka siap mengatasi kebakaran hutan jadi meluas dengan pengendalian titik api.

Membentuk Masyarakat Mitra Polhut (MMP) yaitu juga diambil dari masyarakat sekitar wilayah hutan dengan tujuan mereka ikut mengatasi masalah-masalah kerusakan hutan dan ilegal logging secara garis besarnya, dan kasus kerusakan hutan lainnya.

Untuk masyarakat sekitar kawasan hutan disejahterakan dengan mereka diberi kewenangan mengelola wilayah dalam dan sekitar hutan dengan membentuk kelompok tani hutan yakni program Perhutanan Sosial.

Lery menyatakan issue PLB ini meliputi banyak sektor sehingga perlu duduk bersama menetapkan kesepakatan untuk melakukan sosialisasi terkait issue ini.

Sementara Dinas Perhubungan NTT menjelaskan tentang sebelim Pergub 101/2019, tentang tarif dasar angkutan perorang, sudah ada Pergub.no 2/2016 tentang tarif dasar angkutan perorangan bahwa per orang per kilometernya ada Rp.225 rupiah. Sedang di oergub 101/2019 tarif leroang jadi Rp295 akibat kenaikan BBM.

Sekarang di 2021 baru ada koordinasi dengan pertamina yang minta kenaikan tarif oleh pengusaha angkot sudah ada peraturan dari presiden BBM naik dan kejadian yang terjadi sekarang bukan karena BBM naik tapi karena pengalihan premium ke pertalite walau pertalite juga ada subsidi.

Jadi dasar perhitungan Dishub NTT adalah bukan tarif dasar premium, tapi tarif dasar harga pertalite. Dan karena ada kenaikan tarif pretalite jadi Rp.7.650, maka untuk perhorungan aksara belum ada detailnya, dibawah Rp310 per orang per km.

“Dan yang kami atur adalah angkutan anyar kota dalam provonsi akdp sednagkan angkutan kota dan desa dalam kabupaten adalah kewenangan pemkot dan pemkab.” Tandasnya.

Boby Liyanto dari KADIN NTT menungusulkan agar pertamin menjamin ketersediaan Pertalite terutama masa jelang akhir tahun ini sehingga BBM subsidi ini dapat dirasakan oleh masyarakat.

KADIN NTT mendukung PLB demgan launching Motor Listrik di beberapa kabupaten di Kabupaten Sumba. Ia ingatkan isntruksi presiden terkait pengadaan sepeda motor listrik dalam regulasi pemerintah.”Pemda.NTT belum.membuat regulasi itu. Saya usulkan pajak kendaraan listrik diberika kebijakan lebih mirah 10% dari pajak kendaraan.” Tandas Boby tajam

Wakil sekretaris DPD ORGANDA NTT Kris Hitariun menegaskan bahwa sampai hari ini belum ada kenaikan tarif angkot dalam kota sejak 2019, jadi tarif masih dibawah Rp4.000.

“Seruan pemerintah untuk dukung program Langit Biru akan didukung oleh ORGANDA. keluhan masyarakat terkait kenaikan tarif pertalite berbanding terbalik dengan pelayanan di SPBU seperti “main angin” saat pengian BBM ke kendaraan.” Tegas Kris.

Ia minta pemerintah lebih mensosialisasikan PLB ini ke masyarakat agar dukungan masyarakat bisa optimal dan sukses.

“Sampai hari ini ORGANDA NTT tidak ada kenaikan tarif angkutan dalam kota dan antar kota. Trif Rp4000 yang saat ini naik belum melemawati batas atas tarif yang ditentukan oleh Pergub.no 101/2019. Kenaikan adalah karena dampak kenaikan pertalite bersubsidi ke Rp7.650. Pihak ORGANDA Kupang yang tarif angkotnya naik masih diambang batas sesuai tarif dalam Pergub.101/2019.” Ujar Kris.

Drs.Lerry Rupidara mengatakan tujuan diskusi adalah agar masyarakat mendengar dari sumber terpercaya di media cetak dan onlime yang hadir saat ini.

Lery menyatakan bahwa issue ini harus dapat didiskusikan secara spesifik dan sepaham agar PLB bisa tercapai dan penyelamatan bumi dari kerusakan akibat tingginya emisi gas buangan kendaraan bermotor.|| juli br